Untukmu yang saat ini tengah begitu menginginkan seseorang, kadang hasratmu padanya begitu menyita waktu dan pikiran. Apa yang kamu lakukan, termasuk segala pencapaianmu selama ini demi menarik perhatiannya. Bahkan sampai membuatmu berani mendahului takdir dengan meyakini kamu pasti berjodoh dengannya.
Berupaya sekeras yang kamu bisa untuk memilikinya. Saat ini kamu mendefinisikan perasaanmu sebagai cinta. Tapi, bukankah jika hanya bersikeras untuk memiliki itu artinya kamu hanya terobsesi? Lalu bukannya cinta juga ada perasaan ingin memiliki? Jika kamu masih bimbang menentukan yang mana perasaanmu sekarang, pastika kamu mengerti hal-hal ini untuk bisa membedakan cinta dan obsesi.
Selama ini kamu merasa kesulitan menemukan sekat antara cinta dan obsesi. Keduanya tampak nyaris tanpa beda
Siapa pun nggak akan ada yang mengelak hadirnya cinta. Kepada siapa kamu menaruh rasa juga bukan kamu yang mengaturnya. Seperti penggalan quotes miliknya Sudjiwo Tejo – Mencintai itu takdir. Bahwa perasaan itu datang begitu saja, dengan atau tanpa alasan.
Perasaanmu padanya begitu dalam, hingga segala sesuatu tentangnya begitu memengaruhi hidupmu. Bahkan pencapaianmu selama ini sesungguhnya demi menarik perhatiannya. Jika benar demikian, kamu sebenarnya tak pernah benar-benar mencintainya. Kamu hanya terobsesi memilikinya. Terobsesi untuk merebut hatinya. Memang, tidak ada ilmu pasti yang mampu menakar cinta atau obsesi. Tapi beda keduanya sebenarnya begitu kentara. Cinta tak menuntut perasaan harus terbalas, sementara memiliki adalah harga mati dari obsesi.
Obsesi berorientasi pada tujuan, sementara cinta tak ubahnya sebuah proses yang tak memedulikan hasil akhir
Pokoknya dia harus jadi pacar gue!
Dia harus nikah sama gue!
Jika benar itu kalimat yang mewakili perasaanmu selama ini, jelas sudah kamu tengah terobsesi padanya. Perasaan yang hanya sebatas ingin memiliki. Bagimu, dia adalah pencapaian yang harus didapatkan, meski untuk memilikinya kamu harus mengorbankan banyak hal.
Obsesi berorientasi pada tujuan, yakni berujung memiliki. Berbeda dengan cinta yang lekat dengan istilah jalani saja, walaupun entah akhirnya akan seperti apa. Cinta juga tentang menghargai proses. Ya, proses merindukan, berharap, dan yang paling pahitnya proses melupakan. Tapi tak apa, toh cinta tak pernah memedulikan akhirnya.
Mudah sebenarnya untuk membedakan cinta dan obsesi. Hanya dengan sebuah pertanyaan sesederhana ini
Siapkah kamu untuk berani bilang ‘tidak’ ketika orang yang paling kamu inginkan itu tiba-tiba memintamu untuk menikah dengannya? Saat kamu tahu dia tak memiliki rasa apapun untukmu
Siapa yang tidak bahagia, dia yang paling kamu inginkan datang menawarkan kebersamaan hingga sisa umur kalian. Perasaan bahagia jangan lagi ditanya, membuncah hingga dada terasa akan meledak. Namun di balik itu semua, kamu sadar satu hal. Dia sebenarnya tak memiliki perasaan yang sama untukmu. Dia melakukan ini hanya karena telah melihatmu berupaya begitu kerasnya untuk mendapatkan hatinya. Dia cuma tidak tega jika mengabaikanmu terus-terusan.
Jika kamu berani menjawab tidak yang dengan kata lain menolak, perasaanmu padanya murni cinta yang tulus. Sebaliknya, kalau kamu tetap menjawab iya menerimanya, perasaanmu hanya sebatas obsesi semata.
Kamu boleh mengelak kenyataan ini dengan bilang bahwa bukankah itu sebuah kesempatan? Bukan! Cinta tak kan membuatmu menjadi pribadi yang oportunis. Kamu benar mencintainya jika kamu membebaskannya memilih seseorang yang pas di hatinya.
Cinta selalu menyisakan ruang untuknya berkembang, sementara obsesi tak jarang membuatmu menjadi pribadi yang mengekang
Cinta selalu memberi kesempatan untuk dia memilih. Kamu sudi saja melihat dia bahagia, meski bukan dengan kamu. Karena kamu sadar bahwa kamu tak cukup mampu membuatnya bahagia. Tak apa dia akhirnya bersama yang lain, selama dia bisa menjadi pribadi yang berkembang.
Sementara obsesi mampu membuatmu menjadi pribadi yang gampang takut. Kamu takut dia jatuh cinta dengan yang lain. Takut kalau akhirnya takdir tak mengiyakanmu untuk berjodoh dengannya. Kamu bahkan tak menyisakan sedikit ruang untuknya berkembang. Dengan kata lain, kamu menjelma jadi pribadi yang posesif.
Jadi, kamu benar-benar mencintainya, atau hanya obsesi semata?
0 komentar:
Post a Comment